Mengupas ciri-ciri, tanda kedatangan dan keberadaan tokoh yang satu ini benar-benar menimbulkan polemik berkepanjangan, tidak hanya dikalangan suku-suku di pulau jawa yang notabene memang menjadi pemilik icon ini, akan tetapi sudah jauh menyebar menjadi sebuah perdebatan panjang di level nasional sebuah Bangsa bernama Indonesia.
Banyak sekali kajian dan diskusi pernah dilakukan baik dalam forum formal maupun forum nonformal yang diliputi klenik dan mistis, bahkan hasil kajian dan diskusi ternyata hanya menyisakan pertanyaan yang tak kalah samar-samar dan prediksi yang juga membingungkan.
Beragam Ciri-ciri satria piningit ternyata tidak hanya tercatat dalam Ramalan Ronggowarsito, Ramalan Joyoboyo dan Serat Darmagandhul, Kitab Uga Wangsit Siliwangi dari awal abad ke 10 Masehi bahkan telah lebih dulu mengupas tentangtanda-tanda kemunculannya seperti yang disuratkan dalam “wangsit Siliwang ” berikut ini :
”Aya nu wani ngoréhan terus terus, teu ngahiding ka panglarang; ngoréhan bari ngalawan, ngalawan sabari seuri. Nyaéta budak angon; imahna di birit leuwi, pantona batu satangtungeun, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang. Ari ngangonna? Lain kebo lain embé, lain méong lain banténg, tapi kalakay jeung tutunggul. Inyana jongjon ngorehan, ngumpulkeun anu kapanggih. Sabagian disumputkeun, sabab acan wayah ngalalakonkeun. Engke mun geus wayah jeung mangsana, baris loba nu kabuka jeung raréang ménta dilalakonkeun. Tapi, mudu ngalaman loba lalakon, anggeus nyorang: undur jaman datang jaman, saban jaman mawa lalakon. Lilana saban jaman, sarua jeung waktuna nyukma, ngusumah jeung nitis, laju nitis dipinda sukma.”
- ”Ada yang berani menelusuri terus menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dialah Anak Gembala; Rumahnya di belakang sungai, pintunya setinggi batu, tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang. Apa yang dia gembalakan? bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng, tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui, tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah/kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. Setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.”
Bait-bait tulisan dari Wangsit Siliwangi diatas tentu saja sangat membingungkan bagi kita pembacanya, meskipun ciri-ciri tersebut memang pernah kita dapati ada pada sosok yang “diprediksi “ mampu mengemban kepemimpinan ala “ Satria Piningit “.
Pertanyaan umum dari semua pihak, baik itu dari kalangan pemerhati, komentator, pengamat dan ahli-ahli kebatinan tentang “ Satria Piningit” ini adalah “Siapa sesungguhnya sosok Satria Piningit atau Ratu Adil itu ?”. tentu saja sampai saat ini tidak ada satu pihak-pun yang meng-klaim mampu memastikan kebenarannya.
Hanya saja sebagai sebuah ikon misterius yang kedatangannya dinantikan seluruh penghuni persada Nusantara ini, penulis disini mencoba mengajak pembaca untuk menelaah atau menafsirkan kata dan kalimat-kalimat yang menjadi ciri pribadi sang Satria Piningit sesuai Naskah sumber Wangsit Siliwangi diatas secara sederhana dengan logika masyarakat awam tanpa perlu mengeryitkan jidat berlipat-lipat.
1. Kalimat “ berani menelusuri terus menerus “ bisa berarti bahwa sang Satria adalah seorang yang terus berusah untuk mencari kebenaran secara terus menerus melalui penelitian, dan investigasi.
2. Kalimat “ Tidak mengindahkan larangan “, tentu saja tidak dapat kita maknai dengan biasa-biasa saja. “ tidak mengindahkan larangan “, bisa jadi menunjukan sebuah karakter nekat, berani mengambil resiko, melawan Undang-undang atau peraturan yang tidak semestinya atau bahkan berani melawan kehendak penguasa yang merugikan rakyat.
3. Pada kalimat “ mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa “, kita akan dapati dua sifat dasar sang Ksatria berikutnya, yakni Beliau adalah sosok yang terus berusaha mencari kebenaran meskipun adakalanya melawan kehendak “penguasa” baik itu pribadi-pribadi maupun golongan.
Selanjutnya dalam usahanya untuk mencari kebenaran Beliau akan mendapati banyak sekali hinaan dan fitnahan dari banyak fihak, akan tetapi ianya tidak pernah melakukan perlawanan frontal dengan kekerasan, melainkan lebih mengedepankan sifat kelemah-lembutan, kesederhanaan dan keikhlasan.
4. “Dialah Anak Gembala”, frase ini menunjukan berbagai macam penafsiran, gembala dalam arti pengasuh ternak, atau gembala dalam arti seorang yang dipercaya untuk mengelola sebuah usaha.
5. “Rumahnya di belakang sungai, pintunya setinggi batu, tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang. Apa yang dia gembalakan? bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng, tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon “. Pada Kalimat ini ciri-ciri sifat gembala pada frase diatas semakin diperjelas, yaitu bahwa ianya adalah sosok yang berasal dari kalangan rakyat jelata yang miskin kemudian menjadi pengelola dari sumber-sumber Daya Alami yang kondisi pada saat ia gembalai sedang susah/ rusak.
6. “Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui, tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah /kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. Setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.”, ini menunjukan bahwa ciri sosok sang Satria Piningit dalam Wangsit Siliwangi menunjuk pada seorang yang telah lama berkiprah dalam dunia investigasi, dunia berita atau dunia yang lebih dikenal dengan tulisa menulis alias kewartawanan.
Dia akan menulis banyak sekali kejadian yang berulang-ulang dari setiap periode kepemimpinan di Negara Indonesia ini.
Nah, Sampai disini pembaca tentu dengan sendirinya dapat mereka-reka siapa tokoh “ Satria Piningit “ sesuai dengan deskripsi pada penafsiran saya diatas, bisa jadi gambaran yang saya berikan diatas keliru, namun bisa jadi juga tepat, namanya juga sebuah penafsiran.
Namun sekali lagi untuk memperjelas rekaan imajiner dalam isi kepala kita, penulis akan merangkum ciri-ciri sang ‘Satria Piningit “ sesuai dengan penafsiran Wangsit Siliwangi diatas
.
1. Berani menginvestigasi tanpa henti.
2. Berani melawan arus/ kebiasaan umum yang merugikan rakyat.
3. Berani melawan kehendak penguasa ( baik dari Pribadi-pribadi maupun Golongan )
4. Tidak pernah melawan semua hinaan maupun fitnahan secara frontal melainkan lebih mengedepankan kesederhanan dan keikhlasan
5. Beliau dipercaya untuk mengelola sebuah usaha.
6. Beliau adalah sosok yang berasal dari kalangan rakyat jelata yang miskin kemudian menjadi pengelola dari sumber-sumber Daya Alami yang kondisi usahanya pada saat beliau tangani sedang susah/ rusak.
7. Berasal dari kalangan penulis atau dunia Wartawan yang sudah malang melintang di beberapa periode kepemimpinan negeri ini.
Tentu saja gambaran ini akan semakin memperjelas siapa tokoh yang dimaksud oleh Wangsit Siliwangi tersebut diatas.
Sekedar mengidentifikasi sang Satria Piningit, penulis ajukan sebuah nama yang memiliki kemiripan paling banyak dengan tafsir tersebut, yakni Dahlan Iskan, dan inilah ciri-ciri Beliau:
1. Salah satu tokoh Nasional yang selalu berada digaris depan dalam upaya menginvestigasi dan membersihkan praktik korupsi sampai akar-akarnya. ( Dirut BUMN dan pejabar-pejabat BUMN lainnya sudah beberapa yang dipecat karena diindikasikan terkena Korupsi)
2. Pemikiran Beliau yang “ out of box “, membuat julukannya sebagai komandan koboy memang cocok, ini mengindikasikan bahwa Beliau adalah pejabat yang berani melawan kebiasaan umum yang dinilai bertabrakan dengan akal sehat. ( Mata Najwa episode “ sengatan Dahlan “ ).
3. Kedudukan beliau di Kementrian BUMN bukanlah alasan untuk menyerah pada titah dan kehendak kalangan anggota DPR yang notabene sekarang ini adalah penguasa. ( kasus surat pelimpahan wewenang Mentri BUMN kepada Dirut BUMN dan kasus “ sapi perah “)
4. Hinaan dan Fitnahan yang menerpanya bertubi-tubi selalu disikapi dengan senyuman dan tawa pendek.. sepertinya tidak ada keinginan melawan dengan kekerasan.
5. Beliau sekarang ini adalah Menteri BUMN, yakni pengelola dan pengusaha kekayaan Negara.
6. Berasal dari kalangan yang miskin sekali di Kabupaten Magetan itu bukan sekedar isapan jempol melainkan memang nyata se nyata-nyatanya. Kemudian menjadi Menteri BUMN dalam kondisi hampir semua BUMN dilanda nestapa.
7. Beliau adalah Wartawan senior Jawa Pos yang terkenal karena tulisan-tulisannya yang bernas sesuai fakta di lapangan.
Dengan menyandingkan dan membandingkan kondisi ciri-ciri “ Satri Piningit” dalam Wangsit Siliwangi diatas dengan ciri-ciri pribadi Mentri BUMN Dahlan Iskan, maka penulis akhirnya samapi pada sebuah kesimpulan yang cukup mengejutkan.
“ Satria Piningit itu Teryata Dahlan Iskan “.
Bisa jadi kesimpulan ini salah dimata pembaca, namun sekali lagi ini hanya sekedar penafsiran dari masyarakat awam, tentu saja masih terbuka lebar ruang untuk mendapat gambaran yang lebih lengkap tentang fenomena Icon “ Satria Piningit “.
Yang jelas bagi penulis kehadiran Satria Piningit Dahlan Iskan-lah yang sekarang ditunggu Bangsa Indonesia ini untuk memperbaiki dirinya dan untuk mencapai kejayaan sebagaimana ditulis pada Wangsit Siliwangi :
”Nu kasampak ngan kari gagak, keur ngelak dina tutunggul. Daréngékeun! Jaman bakal ganti deui. tapi engké, lamun Gunung Gedé anggeus bitu, disusul ku tujuh gunung. Génjlong deui sajajagat. Urang Sunda disarambat; urang Sunda ngahampura. Hadé deui saka béhanana. Sanagara sahiji deui. Nusa Jaya, jaya deui; sabab ngadeg ratu adil; ratu adil nu sajati. Tapi ratu saha? Ti mana asalna éta ratu? Engké ogé dia nyaraho. Ayeuna mah, siar ku dia éta budak angon! Jig geura narindak! Tapi, ulah ngalieuk ka tukang!”
· ”Yang ditemui hanya gagak yang berkoar di dahan mati. Dengarkan! jaman akan berganti lagi, tapi nanti, setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi seluruh bumi. Orang sunda dipanggil-panggil, orang sunda memaafkan. Baik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati. Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, carilah Anak Gembala. Segeralah pergi. Tapi ingat, jangan menoleh ke belakang!”
Referensi : Uga Wangsit Siliwangi
Dan sumber-sumber lain